Kemaren kita kontrol rutin ke Posyandu untuk umur 18 bulan. Yes, that's how big my baby girl is now.
Kuakui, anakku bukan jenis anak yang sama siapa aja ngekek. It takes a little time for her to adapt. Ibarat mesin, dia ini mesin disel. Panasnya lama bok. Sekalinya udah panas tapi, capek ngikutinnya. Dan dia juga bukan jenis yang pecacal pecicil. Dia kalem sekali. Anak wedok bangetlah.
Jadi, masuk ke ruangan susternya, diajak ngobrol. Anaknya mah diem aja. Sambil memperhatikan dengan seksama. Hihi. Ditanya ini dan itu, anaknya tetep diem. Trus si susternya nanya,
"Udah bisa ngomong?"
"Kalo satu sentence full sih belum. Tapi dia sudah bisa mengungkapkan apa yang dia mau."
"Oh gitu. Bagus! Kalian sama dia berbahasa apa?"
Pertanyaan menjebak nih, dalem ati.
"Kita campurcampur. Tergantung kata apa. Kita ngajarin kata yang pendek supaya dia lebih cepet meniru"
"Oh begitu. Menurut saya.."
Duhh, jawaban gue tadi salah apa ya, dalem ati.
"Karena kalian juga bukan native belanda, kalian ga perlu ngajarin dia bahasa belanda. Cukup ajarin dia bahasa yang kalian gunakan dirumah"
To be honest, agak kaget juga dengan statement si suster ini. Karena dulu perna ada kenalan gue yang bilang kalo biasanya kita harus ngajarin bahasa brlanda sup a dia bisa mingle nantinya kalo sekolah. Tapi kenapa ini lain?! Lalu si suster jelasin lagi.
"Kita manusia itu butuh yang namanya basis untuk bahasa. Nah, yang lebih mudah dia pelajari tentu apa yang kalian praktekkan di rumah. Kalo nanti, si anak udah punya 'fondasi' bahasa, dia akan lebih gampang untuk belajar bahasa lain."
"Loh, kalo ntar dia sekolah gimana donk? Dia apa masi bisa bergaul dengan tementemennya?"
"Jangan khawatir. Dia seiring dengan umurnya juga akan mempelajari dengan sendirinya. Misalnya, dia denger kamu berbicara bahasa belanda. Lamakelamaan, dia akan ngerti dengan sendiri. Nanti dia umur 2 tahun akan sekolah (sejenis Paud) seminggu sekali, selama 2 jam. Nanti, begitu dia masuk TK, akan ada program khusus untuk belajar bahasa belanda."
Emaknya manggutmanggut, anaknya sibuk melukin emaknya sambil cium pipi.
"Anak yang hidup dilingkungan multi bahasa, itu bagus."
Ohya. Baiklah. Berarti kita udah bener karna selama ini ngajarinnya bahasa indonesia. Abis yah, udah diwantiwanti sama mamer, anaknya harus ngerti bahasa indonesia.
Keluar dari ruangan suster, jadi kepikiran. So far, udah dua orang yang bilang bahwa jangan ngajarin bahasa indonesia sama si dev.
Yang satu, dia bilang,kalo dulu dia dimarahin sama gurunya karna anaknya ga bisa bahasa belanda. Well, to be honest, suaminya orang belanda jadi mereka berbahasa belanda berdua. Anaknya sekolah belanda. Jadi kayanya wajar aja kalo anaknya seharusnya bahasa belanda yah.
Yang kedua, dia bilang, anak temennya lama banget mulai ngomong. Karna terlampau banyak bahasa yang diajarin. Teori ini memang gue perna baca dan denger. Katanya anak itu bingung harus ngomong bahasa apa. Lah dikasus itu, anaknya diajar tiga bahasa. Basa enggris, belanda, endosah. W att?!
Well, there we have the answer. Anak itu harus diajari mother languagenya.
As for words, vocabnya si dev udah cukup banyak. Minta digigit ih anaknya.
Iets (fiets): sepeda
A K: minta *mbuh basa opo iki*
Opi (bokap gue)
Babai. Dada. Doeg.
Hai. Hao.
Gi ( lagi)
Aci (makasi)
Mam (makan)
Mimik.